Berbekal
ambisi besar menjadi seorang entrepreneur, Nadiem pelan-pelan mewujudkan idenya
tersebut. Sampai akhirnya, Go-Jek mulai beroperasi tahun 2011. Kawasan
Jabodetabek jadi targetnya menjalankan bisnis sekaligus memberi layanan jasa
transportasi dan kurir serba cepat dan proaktif.
Tak hanya
bisnis dan layanan semata, Go-Jek dibangun dengan misi sosial. Meningkatkan
pendapatan para tukang ojek di Jakarta adalah mimpi Nadiem.
Dunia
pendidikan membuat Nadiem harus meninggalkan bisnis yang dibangunnya tersebut.
Meski harus bertandang ke Amerika Serikat, toh hasrat bungsu dari 3 bersaudara
ini untuk terus mengembangkan GO-JEK, tetap hidup.
Nadiem mulai
berpikir untuk menggandeng berbagai perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya.
Nadiem lebih suka menyebut PT Go-Jek Indonesia adalah perusahaan
teknologi, bukan perusahaan penyedia jasa ojek. Padahal, Go-Jek menawarkan jasa
transportasi ojek yang cepat dan praktis. Sejak awal tahun ini, Go-Jek
meluncurkan aplikasi yang bisa diunduh di ponsel bernama Go-Jek.
Dari
aplikasi ini, user bisa
langsung memesan ojek hanya dengan beberapa langkah mudah. Setelah itu, ojek
akan datang menjemput ke tempat konsumen dan mengantarkan ke tempat yang
dituju. Selain itu, Go-Jek juga melayani jasa antar barang dan atau kurir, jasa
antar pesan makanan, hingga jasa shopping. "Dari layanan tersebut, yang masih
mendominasi pesanan transportasi ojek," ujar Nadiem.
Setelah
aplikasi ini meluncur, layanan Go-Jek berkembang pesat. Nadiem mencatat, sejak
awal tahun ini, user yang
mengunduh aplikasi Go-Jek sudah mencapai 650.000 orang dengan pertumbuhan
pengojek mencapai 10.000 orang yang bergabung. Tidak hanya wilayah Jabodetabek,
Go-Jek sudah melebarkan sayapnya hingga ke Bali, Bandung, dan Surabaya.
Go-Jek
kini bekerja sama dengan hampir 100 perusahaan yang menjadi pelanggan korporat.
Pria lulusan Master of Business Administration dari Harvard Business School ini
mengajak pengojek yang punya motor sebagai mitra.
Warga
yang ingin bergabung di Go-Jek harus memiliki kendaraan sendiri. Tiap pengojek
akan dibekali smartphone sebagai
alat penghubung dengan konsumen dan sistem dengan cara mencicil biaya pembelian smartphone setiap
bulan.
Dia
menghitung, dalam sebulan, pendapatan tukang ojek bisa mencapai Rp 4 juta
hingga Rp 6 juta. Sistemnya adalah bagi hasil, yakni 80 persen dari total
penghasilan masuk kantong pengojek dan 20 persen sisanya untuk perusahaan.
Ketika
disinggung soal omzet, dengan alasan rahasia perusahaan, Nadiem belum mau
menjelaskan berapa jumlah pertumbuhan bisnisnya. “Terkait angka, baik itu
omset, modal investasi hingga laba perusahaan, saya belum bisa untuk
menjelaskannya. Belum saatnya, nanti ya. Yang jelas visi kami tidak hanya sekadar
mengejar profit semata, tapi ikut serta mensejahterakan tukang ojek, itu yang
menjadi kebanggaan dan kebahagiaan kami dalam berbisnis,” ungkap pria berkacamata
yang juga mantan direktur Zalora itu.
Saat awal merintis bisnis, ia hanya memiliki 10 karyawan dan 20 tukang
ojek. Bagi Nadiem, awal mendirikan Go-Jek merupakan masa
yang penuh dengan tantangan. Salah satu kendala utamanya adalah sulitnya
merekrut para pengojek untuk bergabung. Maklumlah, saat itu karena brand Go-Jek
belum banyak dikenal seperti sekarang ini.
Setelah rajin melakukan pendekatan, akhirnya banyak dari mereka bersedia
bergabung di Go-Jek. Semua kerja kerasnya itu tidak sia-sia. Dalam waktu
singkat, kini tercatat sudah ada hamper 20.000 pengojek yang bergabung.
cukup sampai disini gue ceritain tentang malaikat dibalik go-jek, selebihnya bisa kalian browsing sendiri yaa..
Tunggu artikel-artikel selanjutnya, Terimakasih Semoga Bermanfaat :)
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar