”Siapa yang tidak gigih di awal
(bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak
bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah
SWT berfirman: ”Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan
kepadanya jalan-jalan Kami”. Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat
(waktu-waktu) tidak akan selamat dari malapetaka. Orang-orang yang telah
melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan”
“Benamkanlah wujudmu dalam
Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah
semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna,
manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan melihat
ucapan-ucapanku dalam keadaan terang-benderang. Insya-Allah….! Mengertilah
bahwa Tuhan itu tertampakkan dalam qalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena
mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melalui
Kebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat
dalam suluk, takut dan berharap, ruku’ dan sujud, riang dan digembirakan
(dengan berita gembira), dan rela akan qadha’ dan qadar-Nya. Mereka tidak
berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan
untuk mereka”.
"Paling bernilainya saat-saat
dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah
ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau
takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu.
Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga),
tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya
(sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena
segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya."
”Siapa yang bergaul bersama orang
baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang
bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api
neraka”.
Penafsirannya atas sabda Rasul
s.a.w: ”Aku tidaklah separti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang
memberiku makan dan minum”. Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat
spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci”.
"Engkau tidak akan mendapatkan
berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai
(’Ala’iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana’ah), akan mendapat
ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina
dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan
orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka
kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal."
"Orang yang bahagia adalah orang
yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efisien yang terdekat, melainkan
murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa
Syari’at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan
amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan
mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat – kami
berharap ampunan dan pengampunan dari Allah."
"Orang celaka adalah yang
mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang
menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dari bumi menuju Tuhannya, dan selalu
menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w."
"Rendah-hatilah dan jangan
bersikap congkak dan angkuh."
"Kemenanganmu teletak pada
pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu terletak pada pengumbaran diri.
Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akan menang (dalam
melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal
dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa
mudah bagi para ’arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan
abadi dapat diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai
hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal
Hakikat itu juga jelas tidak terhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan
apa yang telah Allah tetapkan padamu."
"Semoga Allah memberimu taufik
atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah.
Teguhlah dalam menjalankan tata cara mengikut apa yang dilarang dan
diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah.
Karena prasangka buruk itu berarti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha’
walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr
Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: ”Sesungguhnya Allah mengganjar
orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak
menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu”.
"Dunia ini putra akhirat. Oleh
karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat)."
#mohonmaafbiladakesalahan
0 komentar:
Posting Komentar