Kamis, 01 Agustus 2013

Mengadu kepada Allah


Pada suatu hari khalifah Umar bin Khattab sedang mengadakan kunjungan resmi kenegaraan. Kebetulan ditengah jalan rombongan khalifah itu bertemu seorang wanita tua yang miskin bernama Khawalah binti Tsa’labah.
Didepan wanita itu khalifah Umar langsung berlutut dan berjam-jam khalifah berbicara dengannya. Sehingga para pengawal dibuatnya bosan menunggu.
“wahai Amirul Mukminin, ayo kita lekas pergi. Untuk apa berbincang-bincang dengan perempuan tua itu?” seru para pengawal dengan nada menghina Khawalah, si perempuan tau itu.
Ucapan para pengawal itu membuat Khalifah Umar menjadi murka. Dengan kemarahan yang meluap-luap, khalifah menantang para pengawal itu berkelahi, jika mereka tidak mau menarik kembali kata-katanya dan meminta maaf kepada Khawalah.
Setelah para pengawal itu sudah meminta maaf dan khalifah Umar telah pergi meninggalkan Khawalah. Khalifah Umar berkata “ketahuilah wahai para pengawal. Rasulullah saja selalu datang kepada perempuan tua itu untuk bermusyawarah, mengapa hanya seorang Umar bin Khattab dan anak buahnya yang hina tidak mau tawadlu’ dan hormat kepadanya. Ia merupakan seorang sahabat Rasulullah yang besar sekali jasa dan perjuangannya”.
Khawalah binti Tsa’labah adalah seorang sahabat Rasulullah yang telah berhasil mengajukan gugat kepada Allah ketika suami Khawalah bersumpah Dhihar ,maka terjadilah permasalahan antara keduanya.
Aus bin Shamit, suami Khawalah mengatakan kepada istrinya “kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”
Maksud ucapan itu ialah, bahwa Aus bin Shamit tidak boleh lagi menggauli Khawalah sebagaimana lazimnya sepasang suami istri. Menurut adat jahiliyah kalimat seperti itu (Dhihar) sama dengan mentalak istri, yang berarti haram untuk digauli.
Oleh karna itu, Khawalah minta penjelasan kepada Rasulullah. Namun dijawab oleh Rasulullah, bahwa dalam masalah itu Allah belum memberikan keputusan. Demi mendengar keterangan Rasulullah, Khalawah merasa bimbang dan ragu. Pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak, padahal keadaan mereka sudah tua. Oleh karna itu, Khawalah selalu mendesak kepada Rasulullah untuk mendapatkan keringanan hukum, agar dapat bersanding terus dengan suaminya, tidak bercerai karna keduanya masih saling mencintai.
Karna Rasulullah belum juga dapat memberikan keterangan hukum yang pasti, maka Khawalah langsung ,mengajukan gugatan itu atau mengadu kepada Allah. Maka turunlah ayat yang berkaitan dengan permohonan Khawalah.
“sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar tanya jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. A-l-Mujadalah:1)
Sejak saat itulah islam memiliki garis ketentuan masalah Dhihar yang pada dasarnya dibolehkan ruju’ kembali, dengan ketentuan membayar kafarat yang telah ditentukan oleh islam.
Demikianlah perjuangan Khawalah binti Tsa’labah serta keistimewaannya. Seorang wanita yang berani mengajukan tuntutan atas haknya kepada Allah, dan itu pun diterima dengan baik, yang sekaligus merubah adat jahiliyah menuju syari’at islam yang lebih sempurna.
Oleh karna itu, demikian Rasulullah sering bermusyawarah dengan Khawalah Binti Tsa’labah. Dan khalifah Umar bin Khattab pun sangat Tawadlu’ dan hormat kepadanya, demikian juga sahabat yang lain.

0 komentar:

Posting Komentar