Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bulan
Ramadhan adalah bulan penuh keutamaan. Tapi, untuk mencapai keutamaan puasa
yang sempurna diperlukan pengetahuan yang cukup tentang hal-hal yang berkaitan
dengan puasa. Hal yang sedikit bersifat kontroversional dan menimbulkan
pertanyaan adalah masalah berkumur (saat berwudlu) dan sikat gigi ketika
kita menjalankan ibadah puasa.
Bagaimana
hukumnya? Apakah itu membatalkan, makruh, atau bukan masalah? Mari kita simak
pembahasan berikut.
Berkumur
Berkumur atau beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam berwudlu menurut 3
madzhab imam yaitu Imam Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’i hukumnya adalah
sunnah.
Sementara
itu, Imam Ahmad menganggapnya sebagai bagian dari membasuh wajah, maka hukumnya
fardlu. Lalu bagaimana hukumnya? Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila
engkau beristinyaq, maka bersungguh-sungguhlah kecuali jika engkau sedang
berpuasa.” (HR. Syafi’i, Ahmad, Imam yang empat, dan Baihaqi)
Berdasarkan
hal tersebut, berkumur dan beristinsyaq saat berwudlu sebaiknya jangan
ditinggalkan walaupun sedang berpuasa. Hanya saja, ketika kita berpuasa maka
janganlah memasukkan air secara berlebihan hingga membasahi kerongkongan. Jadi,
cukup hanya membasahi dalam mulut (saat berkumur) atau ujung hidung saja ketika
beristinsyaq.
Mungkin saja sebagian kecil dari air yang
dikumur-kumurkan itu tercampur dengan ludah, lalu ketika seseorang menelan
ludah, air itu terminum.
Namun
apakah dengan demikian, puasa jadi batal? Mungkin secara logika boleh saja kita
berpendapat demikian, namun sebelum kita bicara dengan logika, tidak ada
salahnya buat kita untuk merujuk kepada fatwa dan petunjuk nabi Muhammad SAW.
Kita
perlu mendapat keterangan pasti, benarkah menurut beliau SAW kumur itu
membatalkan puasa? Kalau kita teliti hadits-hadits nabi, kita akan menemukan
beberapa riwayat yang justru membolehkan seseorang berkumur, asalkan tidak
berlebihan sehingga benar-benar ada yang masuk ke dalam rongga tubuh.
Riwayatkan bahwa Raslullah SAW bersabda: Dari Umar bin Al-Khatab ra. berkata,
"Suatu
hari aku beristirahat dan mencium isteriku sedangkan aku berpuasa. Lalu aku datangi
nabi SAW dan bertanya, "Aku telah melakukan sesuatu yang fatal hari ini.
Aku telah mencium dalam keadaan berpuasa."
Rasulullah
SAW menjawab, "Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam
keadaan berpuasa?"
Aku
menjawab, "Tidak membatalkan puasa." Rasulullah SAW menjawab,
"Maka
mencium itu pun tidak membatalkan puasa." (HR Ahmad dan Abu Daud)
Selain
itu juga ada hadits lain yang juga seringkali ditetapkan oleh para ulama
sebagai dalil kebolehan berkumur pada saat berpuasa. Dari Laqith bin Shabrah
ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sempurnakanlah
wudhu', dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air
ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa." (HR Arba'ah dan Ibnu Khuzaemah
menshahihkannya).
Meski
hadits ini tentang istinsyaq (memasukkan air ke hidung), namun para ulama
menyakamakan hukumnya dengan berkumur. Intinya, yang dilarang hanya apabila
dilakukan dengan berlebihan, sehingga dikhawatirkan akan terminum. Sedangkan
bila istinsyaq atau berkumur biasa saja sebagaimana umumnya, maka hukumnya
tidak akan membatalkan puasa.
Maka
dengan adanya dua dalil atsar ini, logika kita untuk mengatakan bahwa berkumur
itu membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya. Sebab yang menetapkan
batal atau tidaknya puasa bukan semata-mata logika kita saja, melainkan logika
pun tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar'i yang ada.
Bila
tidak ada dalil yang secara sharih dan shaih, barulah analogi dan qiyas yang
berdasarkan logika bisa dimainkan. Bahkan beberapa hadits lain membolehkan hal
yang lebih dari sekedar berkumur, yaitu kebolehan seorang yang berpuasa untuk
mencicipi masakan. Dari Ibnu Abbas ra,
"Tidak
mengapa seorang yang berpuasa untuk mencicipi cuka atau masakan lain, selama
tidak masuk ke kerongkongan." (HR Bukhari secara muallaq dengan sanad yang
hasan 3/47)
Juga tidak merusak puasa bila seseorang
bersiwak atau menggosok gigi. Meski tanpa pasta gigi, tetap saja zat-zat yang
ada di dalam batang kayu siwak itu bercampur dengan air liur yang tentunya
secara logika termasuk ke dalam kategori makan dan minum.
Namun
karena ada hadits yang secara tegas menyatakan ketidak-batalannya, maka tentu
saja kita ikuti apa yang dikatakan hadits tersebut. Dari Nafi' dari Ibnu Umar
ra. bahwa beliau memandang tidak mengapa seorang yang puasa bersiwak. (HR Abu
Syaibah dengan sanad yang shahih 3/35)
Bagaimana
jika tidak sengaja masuk ke kerongkongan? Puasa tetap sah. Hal ini sama
juga dengan tanpa sengaja kemasukan debu, tepung, atau binatang kecil ke
tenggorokannya. Semuanya merupakan ketidaksengajaan yang dimaafkan.
Bagaimana jika menelan ludah? Demikian pula diperbolehkan untuk menelan ludah
setelah bersiwak. Kecuali ada sisa makanan di mulut, maka harus ia keluarkan.
Apakah
harus mengeringkan mulut setelah sikat gigi? Al-Mutawalli dan ulama lainnya
mengatakan, ketika orang yang berpuasa berkumur maka dia pasti akan memasukkan
air ke dalam mulutnya. Dan tidak wajib mengeringkan mulutnya dengan handuk atau
semacamnya, dengan sepakat ulama. (Al-Majmu’, 6:327)
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
0 komentar:
Posting Komentar