Hubungan Nasab (Lewat keturunan) dengan Rasulullah :
Pengkhususan bagi Sy Fatimah r.a dari anak2 perempuan Nabi
sebagai pelanjut nasab : "Sebagaimana Sayyidah Fathimah Az Zahra yang menikah
dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sebelum menikah dengan Ali bin Abi Thalib
sejumlah sahabat besar mendatangi Rasulullah saw untuk melamar Fathimah Az
Zahra seperti sahabat Abubakar As Shiddiq, Umar Khattab, dan bahkan Utsman bin Affan
namun dengan tegas Rasulullah menolaknya dengan mengatakan, "Allah belum
menurunkan perintahnya".
Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib ke kediaman Rasulullah untuk
tujuan yang sama. Setelah menyampaikan maksud tujuannya kepada rasulullah maka
Rasulullah spontan menerimanya. Jelas disana Allah telah menurunkan perintahnya
dan menyetujui pernikahan Ali dan Fathimah.
Dari kisah di atas dapat diambil sebuah kesimpulan berikut
beberapa pertanyaan. Mengapa Rasulullah menolak menerima pinangan
sahabat-sahabat terbaiknya yang begitu banyak jasanya terhadap islam? Mengapa
Rasulullah menunggu perintah langit hanya untuk sebuah pernikahan putrinya?
Mengapa Nabi hanya memilih kerabat terdekatnya untuk menikahi putrinya? dalam
sebuah riwayat dikatakan bahwa
"Fathimah tidak akan menikah seandainya tidak ada Ali dan
Ali tidak akan menikah seandainya tidak ada Fathimah "
Abu Abdillah Ja’far al-Shaddiq mengatakan, ‘Seandainya
Allah tidak menjadikan Amirul Mukminin (Imam Ali) maka tidak ada yang sepadan
(sekufu’) bagi Fathimah di muka bumi, sejak Adam dan seterusnya’.
Hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah
syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali
bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah
manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt
.
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi: إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم
وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي
وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan
kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku
Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari
langit (telah ditentukan oleh Allah swt)”
Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak
Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan
anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak
perempuan kami”.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa: Anak-anak
perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif),
begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan
anak-anak perempuan kami (syarifah).
Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang
dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang
dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi
Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak
puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Di zaman Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para
keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu
tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya
dengan lelaki yang sekufu’.
Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih
al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar
Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya,
melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya
berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran
datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan
saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang
didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt.
Thabraniy meriwayatkan sebuah hadits dari Siti Fatimah r.a,
bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan:
"Semua anak yang dilahirkan oleh ibunya bernasab kepada
ayah mereka kecuali anak Fatimah; akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan
akulah ayah mereka".
(keturunan Nasab/turunan langsung dengan Rasulullah) Itulah
sebabnya, mengapa keturunan Siti Fathimah ra disebut Durriyyaturrasul atau
keturunan Rasulullah SAW.
Keistimewaan yang lain dari keturunan Siti Fathimah ra adalah
disamping mereka itu disebut sebagai Durriyyaturrasul, mereka itu menurut
Rasulullah Saw akan terus bersambung sampai hari kiamat. Dimana semua keturunan
menurut Rasulullah Saw akan putus. Ahmad dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah
hadits berasal dari Musawwar bin Makhramah radhiyallahu 'anhuma bahawasanya
Rasulullah s.a.w. telah berkata:
"Fatimah adalah sebahagian dari diriku, apa yang membuatnya
marah membuatku marah dan apa yang melegakannya melegakan aku. Sesungguhnya
bahawa semua nasab akan terputus pada hari kiamat, selain nasabku, sebabku dan
menantuku".
Kepada siapapun yang mempunyai pikiran bahwa ulama Alawiyin yang
melaksanakan pernikahan antara syarifah dengan sayid berdasarkan adat
semata-mata, dianjurkan untuk beristighfar dan mengkaji kembali mengapa para
ulama Alawiyin mewajibkan pernikahan tersebut, hal itu bertujuan agar kemuliaan
dan keutamaan mereka sebagai keturunan Rasulullah saw yang telah ditetapkan
dalam alquran dan hadits Nabi saw, tetap berada pada diri mereka.
Sebaliknya, jika telah terjadi pernikahan antara syarifah dengan
lelaki yang bukan sayid, maka anak keturunan selanjutnya adalah bukan sayid,
hal itu disebabkan karena anak mengikuti garis ayahnya, akibatnya keutamaan
serta kemuliaan yang khusus dikarunia oleh Allah swt untuk ahlul bait dan
keturunannya tidak dapat disandang oleh anak cucu keturunan seorang syarifah
yang menikah dengan lelaki yang bukan sayid.
Hubungan Kekerabatan dengan Rasulullah :
"Hubungan kekerabatan ini tetap terjalin , dan mereka tidak
berhak menyandang gelar Dzurriah".
Banyak para sahabat menjalin hubungan kekerabatan dengan
Rasulullah dengan menikahi keluarganya untuk mendapatkan hubungan keberkahan dan
sebab dengan Rasulullah . "Karena pada saat itu sangat mustahil
mencari yg sekufu dengan anak2 perempuan dr Rasulullah, tidak seperti sekarang,
telah banyak bertebaran Keturunan Suci yg biasa disebut Sayyid dan Syarifah,
dimana hanya para sayyid lah yg sepadan/sekufu dengan syarifah.......".
Sejarah mencatat : Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis
bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti
Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya
yang berjudul Dzakhairul Uqba halaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa
Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab:
‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’.
Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika
meminang Siti Fathimah ra. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi? Dua orang
sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan
dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi
menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya.
1. Ikatan kekerabatan keluarga Abu Bakr as-Shiddîq Radhiyallahu
anhu melalui pernikahan Rasulullah dengan ‘Aisyah binti Abu Bakr Radhiyallahu
anhuma
2. Ikatan kekerabatan Sayyidina Umar Ibnul-Khatthab r.a meminang
puteri Imam 'Ali r.a yang bernama Ummu Kaltsum (puteri Siti
Fatimah Az-Zahra r.a)
Pada suatu ketika, Sayyidina Umar ra datang kepada Imam Ali kw
dengan tujuan akan melamar putrinya yang bernama Ummu Kulsum ra. Setelah
Sayyidina Umar ra menyampaikan maksudnya, Imam Ali kw menjawab bahwa anaknya
itu masih kecil. Selanjutnya Imam Ali kw menyarankan agar Sayyidina Umar ra
melamar putri saudaranya (Ja’far) yang sudah besar. Mendengar
jawaban dan saran tersebut Sayyidina Umar ra menjawab, bahwa dia melamar
putrinya, karena dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
كل سبب ونسب منقطع يوم القيامة ما
خلا سببى ونسبى. ( رواه الطبرانى )
“ Semua sebab dan nasab terputus pada hari kiamat, kecuali sebab
dan nasabku.” (HR. At tobroni)
Akhirnya lamaran Sayyidina Umar ra tersebut diterima oleh Imam
Ali kw dan dari perkawinan mereka tersebut, lahirlah Zeid dan Ruqayyah.
Al-Baihaqiy, Thabraniy dan lain-lainnya meriwayatkan, bahawa ketika Umar
Ibnul-Khatthab r.a meminang puteri Imam 'Ali r.a yang bernama Ummu Kaltsum
(puteri Siti Fatimah Az-Zahra r.a).
ia berkata: Lebih lanjut Umar r.a berkata. "Aku tidak
menginginkan kedudukan, tetapi saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. berkata:
'Semua sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat kecuali sebabku dan
nasabku. Semua anak yang dilahirkan ibunya bernasab kepada ayah mereka kecuali
anak Fatimah, akulah ayah mereka dan kepadaku mereka bernasab'.
Umar r.a berkata lebih lanjut: 'Aku adalah sahabat beliau, dan
dengan hidup bersama Ummu Kaltsum aku ingin memperoleh hubungan sebab dan nasab
(dengan Rasulullah s.a.w.)'.
"Dalam hal ini Sy
Umar RA ingin tetap terjalin hub kekerabatan dengan Rasululah dengan mengawini
anak dr sy Ali RA.....karena pada saat itu sangat mustahil mencari yang sekufu
dengan anak-anak perempuan dari sy Ali, tidak seperti sekarang, dimana hanya
para sayyid lah yg sepadan/sekufu dengan syarifah......."
3. Ikatan kekerabatan Sy.‘Utsman bin ‘Affân Radhiyallahu anhu
dengan menikahi 2 putri nabi, Ruqayyah dan Ummu Kultsum Adapun orang-orang
sekarang yang berpendapat berbeda, kami rasa mereka itu tidak karena benci
kepada Rasulullah Saw, tapi timbulnya faham tersebut karena minimnya
pengetahuan mereka akan sejarah Ahlul Bait atau karena adanya rasa iri hati
(hasat) kepada orang-orang yang mendapat nikmat yang tidak ternilai sebagai
Dhuriyyaturrasul. Padahal Fadhel Ikhtishos tersebut datangnya dari Allah SWT.
Thabraniy dan Al-Baihaqiy meriwayatkan sebuah hadits, bahawa
dalam salah satu khutbah di atas mimbar Rasulullah s.a.w. berkata:
"Kenapa ada orang-orang yang menggangguku mengenai nasab
dan kaum kerabatku? Bukankah orang yang mengganggu nasabku dan kaum kerabatku
bererti ia telah menggangguku dan siapa yang menggangguku bererti ia mengganggu
Allah s.w.t.?"
Ad-Dailamiy meriwayatkan sebuah hadits, bahawasanya Rasulullah
s.a.w. berkata: "Barangsiapa mencintai Allah ia mencintai Al-Qur'an.
Barangsiapa yang mencintai Al-Qur'an ia mencintai aku dan barangsiapa yang
mencintai aku ia tentu mencintai para sahabatku dan kaum kerabatku".
Al-Mala dalam kitab 'Sirah'nya mengetengahkan sebuah hadits,
bahawasanya Rasulullah s.a.w. berkata: "Tidak ada yang mencintai kami
ahlulbait kecuali orang yang beriman dan bertakwa, dan tidak ada yang membenci
kami kecuali orang munafik dan derhaka".
Ad-Dailamiy meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Sa'id
Al-Khudhariy bahawasanya Rasulullah s.a.w. berkata: "Allah sangat murka
terhadap orang yang menggangguku melalui ahlulbaitku (itrahku)".
Ad-Dailamiy mengatakan, benarlah bahawa Rasulullah s.a.w. telah
berkata: "Barangsiapa yang ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) dan
ingin mendapat kebahagiaan dengan kebajikan yang dikurniakan Allah kepadanya,
hendaklah berlaku baik terhadap keluargaku sepeninggalanku. Barangsiapa tidak
berlaku baik terhadap keluargaku sepeninggalku, ia akan dipendekkan umurnya,
dan pada hari kiamat ia akan dihadapkan kepadaku dalam keadaan mukanya berwarna
hitam".
Ibnu Sa'ad mengetengahkan sebuah hadits, bahawasanya Rasulullah
s.a.w. pernah menegaskan: "Hendaklah kalian berwasiat yang baik mengenai
ahlulbaitku. Kelak aku akan menggugat kalian. Barangsiapa yang kugugat bererti
aku menjadi lawannya, dan orang yang menjadi lawanku ia masuk neraka.
Barangsiapa yang menjaga baik-baik wasiatku mengenai ahlulbaitku, bererti ia
telah membuat perjanjian dengan Allah". "Semoga tidak ada lagi
Kesalah pahaman tentang Keturunan Dzurriah"
0 komentar:
Posting Komentar